Jumat, 01 Juli 2011

mantra luka

mantra luka

Andai saja aku boleh untuk menangis malam ini ingin aku menangis sekeras bayi yang merindukan susu ibunya. Tapi, haruskah aku menangis? Aku adalah lelaki, terlahir untuk terus mengepalkan jari, bekerja dan terus bekerja, berkeras dan terus berkeras, jika harus berdarah-darah.
Aku hanya bisa berkeluh kesah pada angin dan membiarkannya membawa pergi ke lautan, ke samudra, ke langit, ke dalam relung terdalam jiwa-jiwa terluka.
Seperti apa yang terjadi pada ku di hari- hari belakang ini, ketika semua tercipta untuk dihancurkan karena memang tak ada yang abadi selain kematian itu sendiri.Terkadang aku berpikir haruskah kita berdarah untuk merasakan kalau kita hidup, haruskah kita merasakan kehilangan ketika tiada, sedang ketika ada kita selalu menyia-nyiakan.
Sesungguhnya aku tak ingin dunia melihat ku seperti ini, karena mereka tak pernah mau mengerti mereka hanya mau dimengerti, karena mereka tak mau mendengar mereka hanya mau didengar, karena mereka mempunyai keluhan sendiri-sendiri yang membuat telinga mereka jengah untuk menadah keluh dan kesah. Kita pada akhirnya hidup sendiri-sendiri.
***
Tak ada yang benar benar kita miliki selain kenangan. Bagaimana ketika bibir ini pertama kali mencumbu seorang wanita - bibir yang manis yang telah mebuat ku terjatuh, bagaimana ketika ibu mencium kening ku di malam hari untuk mengatakan pada ku bahwa ia tak ingin kehilangan dan betapa ia menyayangi, bagaimana ketika daun-daun bergerak di kampung halaman melagu riang tentang desa yang hijau dipenuhi oleh sawah kuning keemas-emasan siap untuk dipanen. Bagaimana ketika angin malam mengelus halus wajah untuk berimajinasi dan menjinahi setiap kertas agar terlahir anak-anak lucu yang ketika besar nanti jadi anak yang kuat untuk menghadapi setiap topan badai, hingga ia tak pernah lekang di kikis oleh waktu.
Hanya kenangan lah yang benar-benar kita miliki dan hanya itulah yang membuat kita bertahan untuk terus bernafas mengepal jari dan terus berkeras, hingga saatnya nanti waktu menghantam kita jadi debu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar